Kamis, 29 Januari 2009

lowongan perawat ke jepang 2009

Berikut ini adalah versi HTML dari berkas http://www.depkes.go.id/downloads/ijepa09.pdf.
G o o g l e membuat versi HTML dari dokumen tersebut secara otomatis pada saat menelusuri web.

Page 1

DEPARTEMEN KESEHATAN RI BADAN PENGEMBANGAN DAN PEMBERDAYAAN SDM KESEHATAN PUSAT PEMBERDAYAAN PROFESI DAN TENAGA KESEHATAN LUAR NEGERI(PUSPRONAKES LN) PROGRAM PENEMPATAN PERAWAT INDONESIA KE JEPANG ANGKATAN II TAHUN 2009
Departemen Kesehatan RI membuka kesempatan bagi Perawat Indonesia untuk bekerja sebagai Perawat di Jepang sebagai realisasi dari kesepakatan G to Gdalam kerangka IJEPA (Indonesia Japan Economic PartnershipAgreement).Kontrak kerja selama 3 (tahun). Total kuota 400 perawat (untuktahun 2008-2009) Angkatan I tahun 2008 berjumlah 104 orang perawat Indonesia telah tiba di Jepang pada tanggal 8 Agustus 2008 dan saat ini sedang mengikuti pelatihan bahasa dan budaya Jepang. Status sementara: candidate nurse.Selama masa kontrak kerja 3 tahun di Jepang para candidat nurseberhak mengikuti ujian RN Jepang (Kangoshi)yang diselenggarakan 1x setahun setiap bulan Februari. Bila lulus ujian maka berhak bekerja sebagai nursedan kontrak kerjanya akan diperbaharui oleh pihak RS tempatnya bekerja. Angkatan II direncanakan terpilih 296 perawat untuk ditempatkan ke Jepang tahun 2009. Pendaftaran ke : PUSPRONAKES LN DEPKES RIJln. Wijaya Kusuma Raya No. 48 Cilandak Jakarta Selatan 12430 Telp 021-75914747 (pswt 115,117, 112 dan 102), Fax 021-75914740 Website : www.depkes.go.id, www.bppsdmk.depkes.go.id, www.Puspronakesln.orge-mail : puspronakesln@yahoo.com
--------------------------------------------------------------------------------
Page 2
PERSYARATAN : 1. Perawat Indonesia, laki-laki dan wanita, usia 23-35 tahun, lulusan D3, D4 dan S1 Keperawatan (Ners) dengan pengalaman kerja di RS sebagai perawat minimal 2 tahun. 2. Lulus seleksi yang diselenggarakan oleh tim gabungan Depkes RI, PPNI, BNP2TKI (Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia danJICWELS (Japan International Corporation ofWelfare Services).Lihat bagan prosedur penempatan perawat Indonesia ke Jepang angkatan II tahun 2009 3.Good performance(bagi wanita tidak dalam keadaan hamil, bagi priatidak bertindik dan baik pria&wanita tidak boleh bertato). 4. Berkas yang diperlukan untuk seleksi (berkas rangkap dua dimasukkandalam map biru) : a. Fotocopy ijazah dan transkrip nilai akademik yang sudah dilegalisir dalam bhs Indonesia & terjemahan dalam bhs Inggris(dari institusi tempat bekerja/penterjemah resmi). b. Fotocopy surat keterangan pengalaman kerja minimal 2 tahun dalam bhs Indonesia & terjemahan dalam bhs Inggris (dariinstitusi tempat bekerja/penterjemah resmi). c. Fotocopy KTP dan fotocopy paspor yang masih berlaku sekurang-kurangnya 1(satu) tahun. d. Asli Kartu Pencari kerja AK-1/Kartu kuning atau fotocopy yangdilegalisir dari Disnakertrans setempat. e. Asli Surat Keterangan Catatan Kepolisian(SKCK) f. Surat asli ijin dari orang tua/wali/suami/istri diketahui oleh Lurah/Kepala Desa dengan meterai Rp.6000. g. Pasfoto berwarna dengan latar belakang biru ukuran 3x4cm= 6 lembar
--------------------------------------------------------------------------------
Page 3
BAGAN PROSEDUR PENEMPATAN PERAWAT INDONESIA KE JEPANG ANGKATAN II TAHUN 2009 DEPKES (Puspronakes-LN) SOSIALISASI 1. Sosialisasi Penempatan TKKI ke Jepang (tanggal 1 Desember 2008 s/d awal Maret 2009) 2. Pengumuman melalui sosialisasi langsung, media cetak danelektronikDEPKES (Puspronakes-LN) PENDAFTARAN 1. Pendaftaran dengan membawa berkas lengkap (Desember 2008- minggu II Maret 2009)DEPKES (Puspronakes-LN) SELEKSI ADMINISTRASI 1. Seleksi administrasi (minggu ke I – II Maret 2009) 2. Verifikasi berkas (minggu ke I – II Maret 2009) 3. Pengumuman hasil seleksi administrasi / berkas (minggu ke III Maret 2009) DEPKES (Puspronakes-LN) DAN PPNISELEKSI KUALIFIKASI 1.Seleksi ujian tulis (minggu ke IV Maret 2009) 2. Pengumuman seleksi ujian tulis (minggu ke I April 2009) DEPKES (Puspronakes-LN) MEDICAL CHECK UP 1. Medical Check Up/MCU (minggu ke II April 2009) Tempat RS yang ditunjuk oleh panitia 2. Pengumuman hasil Medical Check Up/MCU (minggu ke III April 2009) JICWELS, BNP2TKI, DEPKES(Puspronakes-LN)) 1. Psikotes dan Wawancara (minggu ke IV April 2009). Tempat BNP2TKI 2. Proses matching memilih RS Jepang melalui internet (bulan Mei – Juni 2009)3. Pengumuman hasil seleksi final (awal Juli 2009)4. Peserta yang lulus seleksi akan mengikuti pelatihan bahasa dan budaya Jepang selama 6 bulan (di Indonesia dan di Jepang) JEPANG1.Start bekerja sebagai candidate nurse Januari 2010 2. Ujian Nasional Kangoshi (RN Jepang) bulan Februari 2010 3. Kesempatan ujian kangoshi 3 kali selama masa kontrak 3 tahun, setiap bulan Februari PUSPRONAKES LN, DESEMBER 2008

askep BPH

BENIGNA PROSTAT HIPERTROPI

oleh: Harlin Yuliardi,S.kep

Konsep Dasar

1. Pengertian
 Benigna Prostat Hiperplasi ( BPH ) adalah pembesaran jinak kelenjar prostat, disebabkan oleh karena hiperplasi beberapa atau semua komponen prostat meliputi jaringan kelenjar / jaringan fibromuskuler yang menyebabkan penyumbatan uretra pars prostatika ( Lab / UPF Ilmu Bedah RSUD dr. Sutomo, 1994 : 193 ).
 BPH adalah pembesaran progresif dari kelenjar prostat ( secara umum pada pria lebih tua dari 50 tahun ) menyebabkan berbagai derajat obstruksi uretral dan pembatasan aliran urinarius ( Marilynn, E.D, 2000 : 671 ).

1. Etiologi
Penyebab yang pasti dari terjadinya BPH sampai sekarang belum diketahui. Namun yang pasti kelenjar prostat sangat tergantung pada hormon androgen. Faktor lain yang erat kaitannya dengan BPH adalah proses penuaan Ada beberapa factor kemungkinan penyebab antara lain :
1). Dihydrotestosteron
Peningkatan 5 alfa reduktase dan reseptor androgen menyebabkan epitel dan stroma dari kelenjar prostat mengalami hiperplasi .
2). Perubahan keseimbangan hormon estrogen - testoteron
Pada proses penuaan pada pria terjadi peningkatan hormon estrogen dan penurunan testosteron yang mengakibatkan hiperplasi stroma.
3). Interaksi stroma - epitel
Peningkatan epidermal gorwth factor atau fibroblast growth factor dan penurunan transforming growth factor beta menyebabkan hiperplasi stroma dan epitel.
4). Berkurangnya sel yang mati
Estrogen yang meningkat menyebabkan peningkatan lama hidup stroma dan epitel dari kelenjar prostat.
5). Teori sel stem
Sel stem yang meningkat mengakibatkan proliferasi sel transit ( Roger Kirby, 1994 : 38 ).

Patofisiologi

Peningkatan Sel Sterm Peningkatan 5 Alfa reduktase Proses Menua Interaksi Sel Epitel dan Stroma Berkurangnya sel yang mati
dan reseptor endogen

Ketidakseimbangan hormon
( Estrogen dan testoteron )





Penyempitan Lumen Ureter Protatika


Menghambat Aliran Urina

Retensi Urina Peningkata tekanan intra vesikal


Hidro Ureter Hiperirritable pada bladder

Hidronefritis Peningkatan Kontraksi Otot detrusor dari buli-buli

Penurunanan Hipertropi Otot detrusor,trabekulasi
Fungsi ginjal
Terbentuknya Sekula-sekula dan difertikel buli-buli

Frekuensi Intermiten Disuria Urgensi Hesistensi Terminal dribling
4. Gejala Benigne Prostat Hyperplasia
Gejala klinis yang ditimbulkan oleh Benigne Prostat Hyperplasia disebut sebagai Syndroma Prostatisme. Syndroma Prostatisme dibagi menjadi dua yaitu :

1. Gejala Obstruktif yaitu :
a. Hesitansi yaitu memulai kencing yang lama dan seringkali disertai dengan mengejan yang disebabkan oleh karena otot destrussor buli-buli memerlukan waktu beberapa lama meningkatkan tekanan intravesikal guna mengatasi adanya tekanan dalam uretra prostatika.
b. Intermitency yaitu terputus-putusnya aliran kencing yang disebabkan karena ketidakmampuan otot destrussor dalam pempertahankan tekanan intra vesika sampai berakhirnya miksi.
c. Terminal dribling yaitu menetesnya urine pada akhir kencing.
d. Pancaran lemah : kelemahan kekuatan dan kaliber pancaran destrussor memerlukan waktu untuk dapat melampaui tekanan di uretra.
e. Rasa tidak puas setelah berakhirnya buang air kecil dan terasa belum puas.
2. Gejala Iritasi yaitu :
a. Urgency yaitu perasaan ingin buang air kecil yang sulit ditahan.
b. Frekuensi yaitu penderita miksi lebih sering dari biasanya dapat terjadi pada malam hari (Nocturia) dan pada siang hari.
c. Disuria yaitu nyeri pada waktu kencing.

2. Diagnosis
Untuk menegakkan diagnosis BPH dilakukan beberapa cara antara lain
1). Anamnesa
Kumpulan gejala pada BPH dikenal dengan LUTS (Lower Urinary Tract Symptoms) antara lain: hesitansi, pancaran urin lemah, intermittensi, terminal dribbling, terasa ada sisa setelah miksi disebut gejala obstruksi dan gejala iritatif dapat berupa urgensi, frekuensi serta disuria.
2) Pemeriksaan Fisik
 Dilakukan dengan pemeriksaan tekanan darah, nadi dan suhu. Nadi dapat meningkat pada keadaan kesakitan pada retensi urin akut, dehidrasi sampai syok pada retensi urin serta urosepsis sampai syok - septik.
 Pemeriksaan abdomen dilakukan dengan tehnik bimanual untuk mengetahui adanya hidronefrosis, dan pyelonefrosis. Pada daerah supra simfiser pada keadaan retensi akan menonjol. Saat palpasi terasa adanya ballotemen dan klien akan terasa ingin miksi. Perkusi dilakukan untuk mengetahui ada tidaknya residual urin.
 Penis dan uretra untuk mendeteksi kemungkinan stenose meatus, striktur uretra, batu uretra, karsinoma maupun fimosis.
 Pemeriksaan skrotum untuk menentukan adanya epididimitis
 Rectal touch / pemeriksaan colok dubur bertujuan untuk menentukan konsistensi sistim persarafan unit vesiko uretra dan besarnya prostat. Dengan rectal toucher dapat diketahui derajat dari BPH, yaitu :
a). Derajat I = beratnya  20 gram.
b). Derajat II = beratnya antara 20 – 40 gram.
c). Derajat III = beratnya  40 gram.
3) Pemeriksaan Laboratorium
 Pemeriksaan darah lengkap, faal ginjal, serum elektrolit dan kadar gula digunakan untuk memperoleh data dasar keadaan umum klien.
 Pemeriksaan urin lengkap dan kultur.
 PSA (Prostatik Spesific Antigen) penting diperiksa sebagai kewaspadaan adanya keganasan.

4) Pemeriksaan Uroflowmetri
Salah satu gejala dari BPH adalah melemahnya pancaran urin. Secara obyektif pancaran urin dapat diperiksa dengan uroflowmeter dengan penilaian :
a). Flow rate maksimal  15 ml / dtk = non obstruktif.
b). Flow rate maksimal 10 – 15 ml / dtk = border line.
c). Flow rate maksimal  10 ml / dtk = obstruktif.
5) Pemeriksaan Imaging dan Rontgenologik
a). BOF (Buik Overzich ) :Untuk melihat adanya batu dan metastase pada tulang.
b). USG (Ultrasonografi), digunakan untuk memeriksa konsistensi, volume dan besar prostat juga keadaan buli – buli termasuk residual urin. Pemeriksaan dapat dilakukan secara transrektal, transuretral dan supra pubik.
c). IVP (Pyelografi Intravena)
Digunakan untuk melihat fungsi exkresi ginjal dan adanya hidronefrosis.
d) Pemeriksaan Panendoskop
Untuk mengetahui keadaan uretra dan buli – buli.

3. Penatalaksanaan
Modalitas terapi BPH adalah :
1). Observasi
Yaitu pengawasan berkala pada klien setiap 3 – 6 bulan kemudian setiap tahun tergantung keadaan klien
2). Medikamentosa
Terapi ini diindikasikan pada BPH dengan keluhan ringan, sedang, dan berat tanpa disertai penyulit. Obat yang digunakan berasal dari: phitoterapi (misalnya: Hipoxis rosperi, Serenoa repens, dll), gelombang alfa blocker dan golongan supresor androgen.
3). Pembedahan
Indikasi pembedahan pada BPH adalah :
a). Klien yang mengalami retensi urin akut atau pernah retensi urin akut.
b). Klien dengan residual urin  100 ml.
c). Klien dengan penyulit.
d). Terapi medikamentosa tidak berhasil.
e). Flowmetri menunjukkan pola obstruktif.
Pembedahan dapat dilakukan dengan :
a). TURP (Trans Uretral Reseksi Prostat  90 - 95 % )
b). Retropubic Atau Extravesical Prostatectomy
c). Perianal Prostatectomy
d). Suprapubic Atau Tranvesical Prostatectomy
4). Alternatif lain (misalnya: Kriyoterapi, Hipertermia, Termoterapi, Terapi Ultrasonik .

B. Diagnosa keperawatan.
Diagnosa keperawatan yang mungkin timbul adalah sebagai berikut :
Pre Operasi :
1). Obstruksi akut / kronis berhubungan dengan obstruksi mekanik, pembesaran prostat,dekompensasi otot destrusor dan ketidakmapuan kandung kemih unmtuk berkontraksi secara adekuat.
2). Nyeri ( akut ) berhubungan dengan iritasi mukosa buli – buli, distensi kandung kemih, kolik ginjal, infeksi urinaria.
3). Resiko tinggi kekurangan cairan berhubungan dengan pasca obstruksi diuresis..
4). Ansietas berhubungan dengan perubahan status kesehatan atau menghadapi prosedur bedah
5). Kurang pengetahuan tentang kondisi ,prognosis dan kebutuhan pengobatan berhubungan dengan kurangnya informasi
Post Operasi :
1) Nyeri berhubungan dengan spasmus kandung kemih dan insisi sekunder pada TUR-P
2) Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan prosedur invasif: alat selama pembedahan, kateter, irigasi kandung kemih sering.
3) Resiko tinggi cidera: perdarahan berhubungan dengan tindakan pembedahan
4) Resiko tinggi disfungsi seksual berhubungan dengan ketakutan akan impoten akibat dari TUR-P.
5) Kurang pengetahuan: tentang TUR-P berhubungan dengan kurang informasi
6) Gangguan pola tidur berhubungan dengan nyeri sebagai efek pembedahan

B. Perencanaan
1. Sebelum Operasi

a. Obstruksi akut / kronis berhubungan dengan obstruksi mekanik, pembesaran prostat,dekompensasi otot destrusor dan ketidakmapuan kandung kemih untuk berkontraksi secara adekuat.
1) Tujuan : tidak terjadi obstruksi
3) Kriteria hasil :
Berkemih dalam jumlah yang cukup, tidak teraba distensi kandung kemih
4) Rencana tindakan dan rasional
1. Dorong pasien untuk berkemih tiap 2-4 jam dan bila tiba-tiba dirasakan.
R/ Meminimalkan retensi urina distensi berlebihan pada kandung kemih
2. Observasi aliran urina perhatian ukuran dan kekuatan pancaran urina
R / Untuk mengevaluasi ibstruksi dan pilihan intervensi
3. Awasi dan catat waktu serta jumlah setiap kali berkemih
R/ Retensi urine meningkatkan tekanan dalam saluran perkemihan yang dapat mempengaruhi fungsi ginjal
4. Berikan cairan sampai 3000 ml sehari dalam toleransi jantung.
R / Peningkatkan aliran cairan meningkatkan perfusi ginjal serta membersihkan ginjal ,kandung kemih dari pertumbuhan bakteri
5. Berikan obat sesuai indikasi ( antispamodik)
R/ mengurangi spasme kandung kemih dan mempercepat penyembuhan

b. Nyeri ( akut ) berhubungan dengan iritasi mukosa buli – buli, distensi kandung kemih, kolik ginjal, infeksi urinaria.
1). Tujuan
Nyeri hilang / terkontrol.
2). Kriteria hasil
Klien melaporkan nyeri hilang / terkontrol, menunjukkan ketrampilan relaksasi dan aktivitas terapeutik sesuai indikasi untuk situasi individu. Tampak rileks, tidur / istirahat dengan tepat.
3). Rencana tindakan dan rasional
a) Kaji nyeri, perhatikan lokasi, intensitas ( skala 0 - 10 ).
R / Nyeri tajam, intermitten dengan dorongan berkemih / masase urin sekitar kateter menunjukkan spasme buli-buli, yang cenderung lebih berat pada pendekatan TURP ( biasanya menurun dalam 48 jam ).
b) Pertahankan patensi kateter dan sistem drainase. Pertahankan selang bebas dari lekukan dan bekuan.
R/ Mempertahankan fungsi kateter dan drainase sistem, menurunkan resiko distensi / spasme buli - buli.
c). Pertahankan tirah baring bila diindikasikan
R/ Diperlukan selama fase awal selama fase akut.
d) Berikan tindakan kenyamanan ( sentuhan terapeutik, pengubahan posisi, pijatan punggung ) dan aktivitas terapeutik.
R / Menurunkan tegangan otot, memfokusksn kembali perhatian dan dapat meningkatkan kemampuan koping.
f) Berikan rendam duduk atau lampu penghangat bila diindikasikan.
R/ Meningkatkan perfusi jaringan dan perbaikan edema serta meningkatkan penyembuhan ( pendekatan perineal ).
f) Kolaborasi dalam pemberian antispasmodik
R / Menghilangkan spasme

c. Resiko tinggi kekurangan cairan yang berhubungan dengan pasca obstruksi diuresis.
1). Tujuan
Keseimbangan cairan tubuh tetap terpelihara.
2). Kriteria hasil
Mempertahankan hidrasi adekuat dibuktikan dengan: tanda -tanda vital stabil, nadi perifer teraba, pengisian perifer baik, membran mukosa lembab dan keluaran urin tepat.
3). Rencana tindakan dan rasional
a). Awasi keluaran tiap jam bila diindikasikan. Perhatikan keluaran 100-200 ml/.
R/ Diuresisi yang cepat dapat mengurangkan volume total karena ketidakl cukupan jumlah natrium diabsorbsi tubulus ginjal.
b). Pantau masukan dan haluaran cairan.
R/ Indikator keseimangan cairan dan kebutuhan penggantian.
c). Awasi tanda-tanda vital, perhatikan peningkatan nadi dan pernapasan, penurunan tekanan darah, diaforesis, pucat,
R/ Deteksi dini terhadap hipovolemik sistemik
d). Tingkatkan tirah baring dengan kepala lebih tinggi
R/ Menurunkan kerja jantung memudahkan hemeostatis sirkulasi.
g). Kolaborasi dalam memantau pemeriksaan laboratorium sesuai indikasi, contoh:
Hb / Ht, jumlah sel darah merah. Pemeriksaan koagulasi, jumlah trombosi
R/ Berguna dalam evaluasi kehilangan darah / kebutuhan penggantian. Serta dapat mengindikasikan terjadinya komplikasi misalnya penurunan faktor pembekuan darah,

d. Ansietas berhubungan dengan perubahan status kesehatan atau menghadapi prosedur bedah.
1). Tujuan
Pasien tampak rileks.
2). Kriteria hasil
Menyatakan pengetahuan yang akurat tentang situasi, menunjukkan rentang yang yang tepat tentang perasaan dan penurunan rasa takut.
3). Rencana tindakan dan rasional
a). Dampingi klien dan bina hubungan saling percaya
R/ Menunjukka perhatian dan keinginan untuk membantu
b). Memberikan informasi tentang prosedur tindakan yang akan dilakukan.
R / Membantu pasien dalam memahami tujuan dari suatu tindakan.
c). Dorong pasien atau orang terdekat untuk menyatakan masalah atau perasaan.
R/ Memberikan kesempatan pada pasien dan konsep solusi pemecahan masalah

e. Kurang pengetahuan tentang kondisi ,prognosis dan kebutuhan pengobatan berhubungan dengan kurangnya informasi
1). Tujuan : Menyatakan pemahaman tentang proses penyakit dan prognosisnya.
2). Kriteria hasil
Melakukan perubahan pola hidup atau prilasku ysng perlu, berpartisipasi dalam program pengobatan.
3). Rencana tindakan dan rasional
a). Dorong pasien menyatakan rasa takut persaan dan perhatian.
R / Membantu pasien dalam mengalami perasaan.
b) Kaji ulang proses penyakit,pengalaman pasien
R/ Memberikan dasar pengetahuan dimana pasien dapat membuat pilihan informasi terapi.

II. Sesudah operasi

1. Nyeri berhubungan dengan spasmus kandung kemih dan insisi sekunder pada TUR-P
Tujuan: Nyeri berkurang atau hilang.
Kriteria hasil :
- Klien mengatakan nyeri berkurang / hilang.
- Ekspresi wajah klien tenang.
- Klien akan menunjukkan ketrampilan relaksasi.
- Klien akan tidur / istirahat dengan tepat.
- Tanda – tanda vital dalam batas normal.
Rencana tindakan :
1. Jelaskan pada klien tentang gejala dini spasmus kandung kemih.
R/ Kien dapat mendeteksi gajala dini spasmus kandung kemih.
2. Pemantauan klien pada interval yang teratur selama 48 jam, untuk mengenal gejala – gejala dini dari spasmus kandung kemih.
R/ Menentukan terdapatnya spasmus sehingga obat – obatan bisa diberikan
3. Jelaskan pada klien bahwa intensitas dan frekuensi akan berkurang dalam 24 sampai 48 jam.
R/ Memberitahu klien bahwa ketidaknyamanan hanya temporer.
4. Beri penyuluhan pada klien agar tidak berkemih ke seputar kateter.
R/ Mengurang kemungkinan spasmus.
5. Anjurkan pada klien untuk tidak duduk dalam waktu yang lama sesudah tindakan TUR-P.
R / Mengurangi tekanan pada luka insisi
6. Ajarkan penggunaan teknik relaksasi, termasuk latihan nafas dalam, visualisasi.
R / Menurunkan tegangan otot, memfokuskan kembali perhatian dan dapat meningkatkan kemampuan koping.
7. Jagalah selang drainase urine tetap aman dipaha untuk mencegah peningkatan tekanan pada kandung kemih. Irigasi kateter jika terlihat bekuan pada selang.
R/ Sumbatan pada selang kateter oleh bekuan darah dapat menyebabkan distensi kandung kemih dengan peningkatan spasme.
8. Observasi tanda – tanda vital
R/ Mengetahui perkembangan lebih lanjut.
9. Kolaborasi dengan dokter untuk memberi obat – obatan (analgesik atau anti spasmodik )
R / Menghilangkan nyeri dan mencegah spasmus kandung kemih.

2. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan prosedur invasif: alat selama pembedahan, kateter, irigasi kandung kemih sering.
Tujuan: Klien tidak menunjukkan tanda – tanda infeksi .
Kriteria hasil:
- Klien tidak mengalami infeksi.
- Dapat mencapai waktu penyembuhan.
- Tanda – tanda vital dalam batas normal dan tidak ada tanda – tanda shock.
Rencana tindakan:
1. Pertahankan sistem kateter steril, berikan perawatan kateter dengan steril.
R/ Mencegah pemasukan bakteri dan infeksi
2. Anjurkan intake cairan yang cukup ( 2500 – 3000 ) sehingga dapat menurunkan potensial infeksi.
R/ . Meningkatkan output urine sehingga resiko terjadi ISK dikurangi dan mempertahankan fungsi ginjal.
3. Pertahankan posisi urobag dibawah.
R/ Menghindari refleks balik urine yang dapat memasukkan bakteri ke kandung kemih.
4. Observasi tanda – tanda vital, laporkan tanda – tanda shock dan demam.
R/ Mencegah sebelum terjadi shock.
5. Observasi urine: warna, jumlah, bau.
R/ Mengidentifikasi adanya infeksi.
6. Kolaborasi dengan dokter untuk memberi obat antibiotik.
R/ Untuk mencegah infeksi dan membantu proses penyembuhan.
3. Resiko tinggi cidera: perdarahan berhubungan dengan tindakan pembedahan .
Tujuan: Tidak terjadi perdarahan.
Kriteria hasil:
- Klien tidak menunjukkan tanda – tanda perdarahan .
- Tanda – tanda vital dalam batas normal .
- Urine lancar lewat kateter .
Rencana tindakan:
1. Jelaskan pada klien tentang sebab terjadi perdarahan setelah pembedahan dan tanda – tanda perdarahan .
R/ Menurunkan kecemasan klien dan mengetahui tanda – tanda perdarahan
2. Irigasi aliran kateter jika terdeteksi gumpalan dalm saluran kateter
R/ Gumpalan dapat menyumbat kateter, menyebabkan peregangan dan perdarahan kandung kemih
3. Sediakan diet makanan tinggi serat dan memberi obat untuk memudahkan defekasi .
R/ Dengan peningkatan tekanan pada fosa prostatik yang akan mengendapkan perdarahan .
4. Mencegah pemakaian termometer rektal, pemeriksaan rektal atau huknah, untuk sekurang – kurangnya satu minggu .
R/ Dapat menimbulkan perdarahan prostat .
5. Pantau traksi kateter: catat waktu traksi di pasang dan kapan traksi dilepas .
R/ Traksi kateter menyebabkan pengembangan balon ke sisi fosa prostatik, menurunkan perdarahan. Umumnya dilepas 3 – 6 jam setelah pembedahan .
6. Observasi: Tanda – tanda vital tiap 4 jam,masukan dan haluaran dan warna urine
R/ Deteksi awal terhadap komplikasi, dengan intervensi yang tepat mencegah kerusakan jaringan yang permanen .

4. Resiko tinggi disfungsi seksual berhubungan dengan ketakutan akan impoten akibat dari TUR-P.
Tujuan: Fungsi seksual dapat dipertahankan
Kriteria hasil:
- Klien tampak rileks dan melaporkan kecemasan menurun .
- Klien menyatakan pemahaman situasi individual .
- Klien menunjukkan keterampilan pemecahan masalah .
- Klien mengerti tentang pengaruh TUR – P pada seksual.
Rencana tindakan :
1 . Beri kesempatan pada klien untuk memperbincangkan tentang pengaruh TUR – P terhadap seksual .
R/ Untuk mengetahui masalah klien .
2 . Jelaskan tentang : kemungkinan kembali ketingkat tinggi seperti semula dan kejadian ejakulasi retrograd (air kemih seperti susu)
R/ Kurang pengetahuan dapat membangkitkan cemas dan berdampak disfungsi seksual
3 . Mencegah hubungan seksual 3-4 minggu setelah operasi .
R/ Bisa terjadi perdarahan dan ketidaknyamanan
4 . Dorong klien untuk menanyakan kedokter salama di rawat di rumah sakit dan kunjungan lanjutan .
R / Untuk mengklarifikasi kekhatiran dan memberikan akses kepada penjelasan yang spesifik.

5. Kurang pengetahuan: tentang TUR-P berhubungan dengan kurang informasi
Tujuan: Klien dapat menguraikan pantangan kegiatan serta kebutuhan berobat lanjutan .

Kriteria hasil:
- Klien akan melakukan perubahan perilaku.
- Klien berpartisipasi dalam program pengobatan.
- Klien akan mengatakan pemahaman pada pantangan kegiatan dan kebutuhan berobat lanjutan .
Rencana tindakan:
1. Beri penjelasan untuk mencegah aktifitas berat selama 3-4 minggu .
R/ Dapat menimbulkan perdarahan .
2. Beri penjelasan untuk mencegah mengedan waktu BAB selama 4-6 minggu; dan memakai pelumas tinja untuk laksatif sesuai kebutuhan.
R/ Mengedan bisa menimbulkan perdarahan, pelunak tinja bisa mengurangi kebutuhan mengedan pada waktu BAB
3. Pemasukan cairan sekurang–kurangnya 2500-3000 ml/hari.
R/ Mengurangi potensial infeksi dan gumpalan darah .
4. Anjurkan untuk berobat lanjutan pada dokter.
R/. Untuk menjamin tidak ada komplikasi .
5. Kosongkan kandung kemih apabila kandung kemih sudah penuh .
R/ Untuk membantu proses penyembuhan .

6. Gangguan pola tidur berhubungan dengan nyeri / efek pembedahan
Tujuan: Kebutuhan tidur dan istirahat terpenuhi.
Kriteria hasil:
- Klien mampu beristirahat / tidur dalam waktu yang cukup.
- Klien mengungkapan sudah bisa tidur .
- Klien mampu menjelaskan faktor penghambat tidur .
Rencana tindakan:
1. Jelaskan pada klien dan keluarga penyebab gangguan tidur dan kemungkinan cara untuk menghindari.
R/ meningkatkan pengetahuan klien sehingga mau kooperatif dalam tindakan perawatan .
2. Ciptakan suasana yang mendukung, suasana tenang dengan mengurangi kebisingan .
R/ Suasana tenang akan mendukung istirahat
3. Beri kesempatan klien untuk mengungkapkan penyebab gangguan tidur.
R/ Menentukan rencana mengatasi gangguan
4. Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian obat yang dapat mengurangi nyeri ( analgesik ).
R/ Mengurangi nyeri sehingga klien bisa istirahat dengan cukup .



DAFTAR PUSTAKA

Doenges, M.E., Marry, F..M and Alice, C.G., 2000. Rencana Asuhan Keperawatan : Pedoman Untuk Perencanaan Dan Pendokumentasian Perawatan Pasien. Jakarta, Penerbit Buku Kedokteran EGC.

Long, B.C., 1996. Perawatan Medikal Bedah : Suatu Pendekatan Proses Keperawatan. Jakarta, Penerbit Buku Kedokteran EGC.

Lab / UPF Ilmu Bedah, 1994. Pedoman Diagnosis Dan Terapi. Surabaya, Fakultas Kedokteran Airlangga / RSUD. dr. Soetomo.

Hardjowidjoto S. (1999).Benigna Prostat Hiperplasia. Airlangga University Press. Surabaya

Soeparman. (1990). Ilmu Penyakit Dalam. Jilid II. FKUI. Jakarta.

LAPORAN PENDAHULUAN APENDISITIS AKUT

Nama Mahasiswa : Harlin Yuliardii
Dx. Medis : Apendisitis Akut

I. Definisi
Apendisitis akut adalah kasus gawat bedah abdomen yang merupakan peradangan pada apendiks vermikulans. Pengosongan apendiks yang tidak efektif dan lumen yang kecil sehingga cenderung tersumbat dan rentan terhadap infeksi (Soeparman, 1999, hal.177).
II. Patofisiologi
Apendiks yang terinflamasi

Edema

Peningkatan tekanan intraluminal

Nyeri abdomen (Gangguan rasa nyaman nyeri)

Menyebar secara progresif

Apendiks berisi pus

Infeksi

Apendiktomi (Kecemasan)

III. Tanda dan Gejala
1. Sakit perut (mulai dari epigastrium dan sekitar umbilikus kemudian berpindah dan menetap di kuadran kanan bawah).
2. Mual dan muntah
3. Rasa ngilu dan sakit tekan di daerah apendiks
4. Badan panas

IV. Pemeriksaan Penunjang
a. Laboratorium :
b. Radiologis abdomen :

V. Pengkajian Primer
A. Air Way
 Ada tidaknya sumbatan jalan nafas, baik obstruksi total maupun parsial.
B. Breating
 Pola nafas
 Irama nafas
 Bunyi nafas
 Frekuensi nafas
 Retraksi dinding dada
C. Circulation
 Kekuatan nadi
 Frekuensi nadi
 Keteraturan nadi
 Tekanan darah
 Tanda-tanda perdarahan
D. Disability
 Keadaan Pupil
 Reflek cahaya
 Reflek patella
 Kemampuan ekstermitas
 Kekuatan otot
 Tanda- tanda trauma

VI. Pengobatan
1. Konserfatif
a. Pemenuhan cairan dan elektrolit dengan pemasangan infus.
b. Antibiotik
c. Pengisapan cairan melalui pipa nasogastrik
2. Operatif
Dilakukan pembedahan pada apendiks (Apendiktomi)

VII. Diagnosa Keperawatan
1. Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan distensi jaringan usus oleh inflamasi
2. Resiko tinggi kekurangan volume cairan berhubungan dengan mual muntah
3. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan adanya luka pos op apendiktomi


INTERVENSI
NO Dx INTERVENSI RASIONAL
1. 1. Kaji nyeri; catat lokasi, karakteristik (skala 1-10)

2. Pertahankan istirahat dengan posisi semi fowler


3. Ajarkan teknik relaksasi napas dalam
4. Berikan kompres hangat pada lokasi yang nyeri
5. Kolaborasi dengan dr. dalam pemberian terapi analgetik 1. Deteksi dini terhadap nyeri
2. Memberikan rasa nyaman sehingga dapat mengurangi rasa nyeri
3. Mengurangi rasa nyeri
4. Mengurangi rasa nyeri
5.Mennghilangkan rasa nyeri

2 1. Kaji tingkat kebutuhan cairan klien

2. Kaji turgor kulit

3. Monitor intake output cairan

4. Monitor TTV

5. Kolaborasi dengan dr. dalam pemberian cairan parenteral 1.Mengetahui tingkat kebutuhan cairan klien
2.Mengetahui adanya tanda-tanda dehidrasi
3.Mengetahui balance cairan
4.Mengetahui kondisi umum klien
5.Memenuhi kebutuhan cairan klien
3 1. Kaji derajat luka
2. Jaga kebersihan dan kesterilan luka ketika menggganti balutan dari kontaminasi dunia luar
3. Ganti balutan setiap hari

4.Kolaborasi dengan dr. dalam pemberian antibiotik

1. Mengetahui derajat luka
2.Mencegah dari infeksi kuman dan bakteri
3.Mencegah dari infeksi kuman dan bakteri
4.Menghambat pertumbuhan dan mematikan kuman dan bakteri





















DAFTAR PUSTAKA

Bruner & Suddart. 2002. Keperawatan medikal bedah. Jakarta :EGC
Doengoes E Marlin. 2002. Rencana Asuhan Keperawatan Edisi 3. Jakarta : EGC
Mansjoer Arief. 1999. Kapita selekta Kedokteran. Jakarta : Media Ausculapius
Price & Wilson.1995. Patofisiologi. Jakarta :EGC






















ASUHAN KEPERAWATAN GAWAT DARURAT (IGD)

Nama Pasien : An. D
Usia 16 th.
Alamat : Kota Agung Tanggamus
Tgl.Masuk : 23-12-2008
Tgl.pengkajian : 23-12-2008
Dx.Medis : Apendisitis Akut

I. PENGKAJIAN PRIMER
 Air way
 Tidak ada sunbatan jalan nafas
 Sekret ( - )
 Breathing
 RR 25 x/menit
 Vesikuler ( + )/( + )
 Irama nafas teratur
 Circulation
 TD : 110/70 mmHg
 Nadi : 91 x/menit
 Suhu : 38,5 0 C
 Pucat ( - )
 Akral teraba hangat
 Disability
 Keadaan umum lemah
 Kesadaran: compos mentis
 GCS 15( E: 4, V: 5, M: 6 )
 Nyeri pada kuadran kanan bawah abdomen
II. PENGKAJIAN SEKUNDER
2.1 Data Subjektif
A. Riwayat Penyakit sekarang :
 Keluhan utama : Nyeri pada perut kuadran kanan bawah.
 Uraian Penyakit
Klien datang ke IGD RSUDAM pada taggal 23-12-2008 pukul 10.00wib.Dengan keluhan utama nyeri pada perut kuadran kanan bawah sejak 1 minggu yang lalu, nyeri seperti di tusuk-tusuk (skala 3), nyeri datang terus menerus sampai merambat ke seluruh bagian perut, nyeri bertambah jika berjalan tegak dan nyeri berkurang jika di bawa tidur dengan posisi kaki kanan di fleksikan. Klien mengatakan mual muntah saat makan, Sebelumnya klien pernah berobat ke Puskesmas Kota Agung dengan di beri terapi obat oral: Paracetamol 500 mg 3x1, Amoxilin 500 mg 3x1, Antasida 500 mg 3x1, Vit. Pehavral 3x1 setelah minum obat belum ada perbaikan lalu di rujuk ke RSUDAM. Pada saat pengkajian keadaan umm klien lemah, kesadaran kompos mentis GCS 15(E4,V5,M6), TD: 110/70 mmHg,Nadi: 91 x/menit,Rr:25 x/menit, suhu: 38,5oC.
 Riwayat pengobatan sebelumnya
Sebelum di rujuk ke RSUDAM klien berobat di Puskesmas Kota Agung dengan di beri terapi obat oral Paracetamol 500 mg 3x1, Amoxilin 500 mg 3x1, Antasida 500 mg 3x1.

B. Riwayat Penyakit Dahulu
1. Penyakit yang pernah diderita
Klien mengatakan mempunyai riwayat gastritis, klien tidak mempunyai riwayan hipertensi, kencing manis, asma, jantung.
2. Obat-obatan yang digunakan
Jika klien sakit perut biasa minum promag, dan jika sakit kepala atau flu minum bodrex atau ultraflu.
3. Therapi alternatif lain
Klien mengatakan tidak pernah pergi ke dukun atau tabib jika sakit
4. Dirawat atau tidak, Bila Ya: Kapan dan berapa lama dirawat
Klien belum pernah di rawat RS atau Puskesmas.
C. Riwayat Psikisosial
1. Perilaku yang beresiko : menurut keluarga,klien tidak ada prilaku yang beresiko.
2. Pekerjaan : klien bekerja sebagai pedagang
3. Dukungan : keluarga sangat berharap dan mendukung agar kondisi klien segera membaik dan selalu berdoa untuk kesembuhannya.

2.2 Data Objektif
A. Pemeriksaan umum :
 Tingkat kesadaran: compos mentis
 GCS 15( E4, V5, M6 )
 Fungsi motorik
M 6 = Dapat mengikuti perintah
 Membran mukosa / kulit :
 Warna : Pucat
 Turgor : Elastis
 Suhu : 38,5oC
 Tanda-tanda Vital
 TD : 110/70 mmHg
 Nadi : 91 x/menit
 RR : 25x/menit
 Suhu : : 38,5oC

B. Pemeriksaan fisik
 Kepala dan wajah
 Bentuk bulat posisi simetris
 Pupil isokor
 Bibir pucat, mukosa kering
 Keadaan rambut Bersih
 Warna rambut Hitam
 Keadaan Wajah Simetris tidak ada edema
 Wajah tampak pucat
 Leher
 Tidak ada pembesaran kelenjar tiroid
 Tidak ada pembendungan vena jugularis
 Thorak
 Bentuk dada simetris
 Perkusi dada sonor
 Irama nafas teratur
 Vesikuler (+)/(+)
Sirkulasi jantung
 Denyut jantung ( denyut apical ) kuat
 Irama jantung tertur
 Bunyi jantung S1 & S2 murni
Sirkulasi perifer
 Denyut nadi kuat
 Irama nadi teratur
 Frekuensi nadi : 84x/menit
 Tidak ada udem tungkai
 CRT < 3 detik
 Tidak sianosis
 Akral teraba hangat
 Abdomen dan punggung
 Tidak ada distensi abdomen (kembung)
 Tidak terjadi asites
 Hepar tidak teraba
 Bising usus 10x/ menit
 Tidak ada lesi atau radang
 Tidak ada kelainan pada punggung
 Tidak ada dekubitus
 Pelvis dan genitalia
Tak ada kelainan
 Ekstremitas
 Tidak ada odema
 Kulit pucat
 Akral hangat

2.3 Pemeriksaan penunjang
 Pemeriksaan laboratorium
Hematologi 23-12- 2008
Pemeriksaan Hasil Normal
Hemoglobin
LED
Leukosit
Basophil
Eosinophil
Batang
Begmen
Limposit
Monosit
Masa perdarahan
Masa pembekuan 12,8
11
13.600
0
0
0
71
25
4
4’
13’ 12-16 gr/dl
0-20 mm/jam
4500-10.700/ul
0-1%
1-3%
2-6%
50-70%
20-40%
2-8%
1-7’
9-15’







Kimia darah 23-12- 2008
Pemeriksaan Hasil Normal
Ureum
Creatinine
GDS 26
1,2
89 10-40 mg/dl
0,9-1,5 mg/dl
70-200 mg/dl

2.4 Terapi Obat-obatan
 IVDF RL 20tts/mnt
 Ranitidin 1 Amp/IV/12 jam
 Cafotaxime 2x1 gr/IV
 Diazepam 1 amp/IV



















ANALISA DATA

No Data Masalah Etiologi
1 DS : - Klien mengatakan perut kanan bagian bawah sakit
- Nyeri seperti di tusuk-tusuk
- Nyeri selalu datang
- Nyeri berkurang jika tidur dengan posisi kaki difleksikan
DO : - Ekspresi wajah meringis
- Skala nyeri 3
- Nyeri lepas kudran kanan bawah (+)
- Leukosit: 13.600/ul
- RR :25 x/menit
- Nadi: 91/mnt Gangguan rasa nyaman: Nyeri akut abdomen Proses inflamasi pada Apendiks
2 DS : - Klien mengatakan mual dan muntah
DO : - Klien tampak lemah
- Klien muntah/hr 5 x
- Mukosa bibir kering
- TD : 110/70 mmHg
- Suhu : 38,5oC Resiko tinggi defisit volume cairan Mual muntah






DIAGNOSA KEPERAWATAN

1.Gangguan rasa nyaman: Nyeri akut abdomen b.d Proses inflamasi pada Apendiks, ditandai dengan:

DS : - Klien mengatakan perut kanan bagian bawah sakit
- Nyeri seperti di tusuk-tusuk
- Nyeri selalu datang
- Nyeri berkurang jika tidur dengan posisi kaki difleksikan
DO : - Ekspresi wajah meringis
- Skala nyeri 3
- Nyeri lepas kudran kanan bawah (+)
- Leukosit: 12.600/ul
- RR :24 x/menit
- Nadi: 84/mnt
2. Resiko tinggi defisit volume cairan b.d Mual muntah
DS : - Klien mengatakan mual dan muntah
DO : - Klien tampak lemah
- Klien muntah/hr 5 x
- Mukosa bibir kering
- TD : 100/70 mmHg
- Suhu : 38,2oC







RENCANA ASUHAN KEPERAWATAN

Nama pasien : An. D (16 th) Tanggal : 23/12/2008
Dx Medik : Apendisitis Akut


NO.Dx keperawatan Tujuan Intervensi Rasional
1












2

Setelah dilakukan askep diharapkan masalah Gangguan Rasa Nyaman Nyeri dapat teratasi dengan keriteria hasil :
 Skala nyeri 2
 Ekspresi wajah klien rileks
 RR 16 – 24 x/mnt
 Nadi: 70-80 x/mnt





















1.Kaji nyeri; catat lokasi, karakteristik (skala 1-10)
2.Pertahankan istirahat dengan posisi semi fowler/kaki di fleksikan
3.Ajarkan teknik relaksasi napas dalam
4.Berikan kompres hangat pada lokasi yang nyeri
5.Kolaborasi dengan dr. dalam pemberian terapi analgetik

1.Kaji tingkat kebutuhan cairan klien
2. Kaji turgor kulit


3.Monitor intake output cairan
4. Monitor TTV


5. Kolaborasi dengan dr. dalam pemberian cairan parenteral


1.Deteksi dini terhadap nyeri

2.Memberikan rasa nyaman sehingga dapat mengurangi rasa nyeri
3.Mengurangi rasa nyeri
4.Mengurangi rasa nyeri

5.Menghilangkan rasa nyeri


1.Mengetahui tingkat kebutuhan cairan klien
2.Mengetahui adanya tanda-tanda dehidrasi
3.Mengetahui balance cairan
4.Mengetahui kondisi umum klien
5.Memenuhi kebutuhan cairan klien


IMPLEMENTASI KEPERAWATAN

Nama Pasien : An. D (16 th) Tanggal : 23/12/2008
Dx Medis : Apendisitis Akut

Dx Tgl/jam Implementasi Evaluasi ( SOAP P

1.
















2
















23/12/08
10.15 wib


10.17 wib


10.18 wib

10.20 wib

10.22 wib






23/12/08
11.16 wib

11.18 wib

11.20 wib
11.25 wib
11.30 wib












- Mengkaji nyeri; mencatat lokasi, karakteristik (skala 1-10)
- Mempertahankan istirahat dengan posisi semi fowler/kaki di fleksikan
- Mengajarkan teknik relaksasi napas dalam
- Memberikan kompres hangat pada lokasi yang nyeri
- Berkolaborasi dengan dr. dalam pemberian terapi Antibiotik cefotaxime 1 gr/12 jam IV




- Mengkaji tingkat kebutuhan cairan klien
- Mengkaji turgor kulit
- Memonitor intake output cairan
- Memonitor TTV
- Berkololaborasi dengan dr. dalam pemberian cairan parenteral IVDF RL 20 tts/mnt dan dan Ranitidin 1 Amp/8 jam IV



S :- Klien mengatakan nyeri mulai berkurang seperti di remas-remas
O : - Ekspresi wajah klien kadang-kadang meringis
- Skala nyeri 2
- Nadi: 80 x/mnt
- Rr: 22 x/mnt
- Nyeri lepas kuadran kanan bawah ( + )
A : - Klien menunjukkan mulai beradaptasi dengan nyerinya
P : Lanjutkan intervensi
- Anjurkan relaksasi napas dalam jika timbul nyeri
- Monitor TTV
- Lanjutkan advice dr.

S : - Klien mengatakan mual berkurang dan muntah 2 x
O : - k/u lemah
- mukosa bibir kering
- muntah 2 x/hr
- TD : 110/70 mmHg
- Nadi : 100 x/menit
- Suhu : 37,8oC
A : Kebutuhan cairan klien mlai terpenuhi
P : Lanjutkan itervensi
- Monitor intake output cairan
- Monitor TTV
- Lanjutkan advice dr.




















EVALUASI PASIEN

Klien datang ke IGD RSUDAM pada taggal 23-12-2008 pukul 10.00wib.Dengan keluhan utama nyeri pada perut kuadran kanan bawah sejak 1 minggu yang lalu, nyeri seperti di tusuk-tusuk (skala 3), nyeri datang terus menerus sampai merambat ke seluruh bagian perut, nyeri bertambah jika berjalan tegak dan nyeri berkurang jika di bawa tidur dengan posisi kaki kanan di fleksikan. Klien mengatakan mual muntah saat makan, Sebelumnya klien pernah berobat ke Puskesmas Kota Agung dengan di beri terapi obat oral: Paracetamol 500 mg 3x1, Amoxilin 500 mg 3x1, Antasida 500 mg 3x1, Vit. Pehavral 3x1 setelah minum obat belum ada perbaikan lalu di rujuk ke RSUDAM. Pada saat pengkajian keadaan umm klien lemah, kesadaran kompos mentis GCS 15(E4,V5,M6), TD: 110/70 mmHg,Nadi: 91 x/menit,Rr:25 x/menit, suhu: 38,5oC.

Setelah dilakukan tindakan keparawatan:
 Gangguan rasa nyaman: Nyeri akut abdomen b.d Proses inflamasi pada Apendiks
 Kaji nyeri; catat lokasi, karakteristik (skala 1-10)
 Pertahankan istirahat dengan posisi semi fowler/kaki di fleksikan
 Ajarkan teknik relaksasi napas dalam
 Berikan kompres hangat pada lokasi yang nyeri
 Kolaborasi dengan dr. dalam pemberian terapi Antibiotik dan analgetik

 Resiko tinggi defisit volume cairan b.d Mual muntah
 Kaji tingkat kebutuhan cairan klien
 Kaji turgor kulit
 Monitor intake output cairan
 Monitor TTV
 Kolaborasi dengan dr. dalam pemberian cairan parenteral

 Pada tanggal 27-12-2008 pasien di pindahkan ke OK untuk dilakukan operasi Apendiktomi dengan masih terpasang IVDF RL 20 tts/mnt, TD:110/70 mmHg, Nadi:90 x/mnt, Rr: 23 x/mnt, S: 37,5oC dalam keadaan umum sakit sedang.

Laporan Pendahuluan Cidera Kepala Berat

LAPORAN PENDAHULUAN KEGAWAT DARURATAN


Nama maha siswa : HARLIN YULIARDI
Dx medis : Cedera kepala
Tanggal : 18-11-2008



1.Definisi
Cedera kepala adalah: Kerusakan neurologik yang di akibatkan oleh suatu benda atau serpihan tulang yang menembus atau merobek suatu jaringan otak, oleh pengaruh suatu kekuatan atau energi yang di teruskan ke otak.(price & wilson, 1996)

Cedera kepala adalah merupakan trauma otak yang diakibatkan kekuatan fisik eksternal yang menyebabkan gangguan kesadaran tanpa terputusnya continuitas otak.

Cedara kepala adalah suatau trauma yang mengenai daerah kulit kepala tulang tengkorak/otak yang terjadi akibat injuri baik secara langsung maupun tidak langsung.

Cedara kepala adalah kerusakan otak akibat perdarahan atau pembengkakan otak dari respons terhadap cedera dan menyebabkan tekanan intrakranial (TIK). (Brunner & Suddart).

2.Patofisiologi

Trauma



Cedera Setempat Cedera menyeluruh

Benda tajam Benda tumpul


Kekuatan diserap


Kerusakan setempat Jaringan otak

Kerusakan sepanjang perjalanan kekuatan pada jaringan otak


Tergantung


Lokasi : Impresi fiaktur, kekuatan benturan & efek akselerasi & deselerasi

Dampak yang terjadi Cidera jaringan otak


Perubahan pada cairan intra dan ekstra sel Edema


Peningkatan suplai darah ke daerah trauma Vasodilatasi


Tekanan intra kranial men aliran daerah ke otak me

Iskemia jaringan

Kematian sel-sel otak


Kerusakan neurovaskuler Kerusakan neuromuskuler Aktifitas elektrolik terhenti


Depresi pusat pernapasan Gangguan reflek menelan Pompa Na + K gagal


Gangguan pola napas Penumpukan sekret Na + air masuk ke sel


Bersihan jalan nafas
tidak efektif Edema intra sel


Edema ekstra sel


Penurunan tingkat kesadaran Difusi jaringan cerebral me


Kelemahan Gangguan perfusi jaringan cerebral


Gangguan aktifitas









3.Tanda dan gejala
a. Fase emergensi
1. Memar
2. Hematom
3. Pendarahan telinga
4. Penurunan kesadaran
5. Penurunan reflek batuk dan menelan
b. Cedera kepala ringan GCS (13-15)
1. Kehilangan kesadaran < 30 menit
2. Tidak ada contunision cerebral hematom
3. Pusing dapat diadaptasi
c. Cidera ringan sedang GCS (9-12)
1. Disorientasi ringan
2. Amnesia post trauma
3. Sakit kepala
4. Mual dan muntah
5. Verfigo
6. Gangguan pendengaran
d. Cidera berat (GCS 3-8)
1. Tidak sadar 24 jam
2. fleksi dan ektensi
3. Abnormal ekstrermitas
4. Edema otak
5. Hemiparase
6. Kejang

4.Fungsi Saraf kranial
1. Saraf olfaktorius (NI) = Penciuman
* Pastikan lubang hidung bersih dan tidak tersumbat oleh mukosa
* Minta pasien untuk menutup mata
* Dekatkan sumber bau (kopi, vanila, parpum) kedekat lubang hidung yang tidak ditutup dan minta pasien untuk mengidentifikasi bau tersebut. Lakukan cara yang sama pada hidung yang lain.
2. Saraf optikus (N II)
* Ketajaman penciuman: Periksa penglihatan dekat dengan meminta pasien untuk membaca koran/majalah. Periksa ketajaman jauh dengan snellen
* Periksa lapang pandang
3. Saraf akulomotorius, traklear, dan abdusen (N III, IV, VI)
* Periksa reaksi pupil terhadap cahaya, ukuran pupil, adanya perdarahan pupil
* Periksa bola mata ke arah enam arah mata angin
4. Saraf Trigeminus (N V)
* Fungsi sensorik: - Rasa raba, rasa nyeri, rasa suhu
- Periksa reflek korneal
- Perhatikan reflek menutup mata
5. Saraf fasialis (N VII)
* Fungsi sensorik: - Celupkan lidi kapas kedalam garam sentuhkan pada ujung lidah inta untuk mengidentifikasi, rasa, ulangi pemeriksaan dengan menggunakan gula, cuka, dan lemon.
* Fungsi motorik: Minta pasien untuk bersiul, menaikkan kedua alis secara bersamaan dan mengembungkan pipi bandingkan kanan dan kiri
6. Saraf vestibulo clearis (NVIII)
* Cabang vestibulo:Lakukan test pendengaran menggunakan garputala
* Cabang coclearis: Lakukan rombeng test
7. Saraf glosopharingeal dan saraf vagus
* Minta klien untuk membuka mulut dan katakan’ada’ perhatikan gerakan palatum dan uvula
* Periksa gangguan refleks dengan menyentuh pharing dengan lidi kapas
8. Saraf assesorius (N. XI)
* Periksa fungsi otot trapezius: Minta klien untuk menaikkan kedua bahu secara bersamaan, tahan kedua bahu klien dengan tangan pemeriksaan/ meminta klien untuk mendorong telapak pemeriksa sekuat-kuatnya keatas
9. Saraf hypoglosus (N XII)
* Periksa fungsi otot sternokledomastodalis: meminta klien untuk menoleh kesatu sisi dan pemeriksa melakukan tahanan perhatikan daya dorong

5. Skala Koma Glasgow (Glasgow Coma Scala- GCS)

a. Membuka Mata (E)
- Spontan
- Terhadap bicara
- Dengan rangsang nyeri
- Tidak ada reaksi
Nilai
4
3
2
1
b. Respon Verbal (V)
- Baik dan tidak ada disorientasi
- Kacau
- Tidak tepat
- Mengerang
- Tidak ada jawaban
Nilai
5

4
3
2
1
c. respon Motorik (M)
- Menurut perintah
- Mengetahui lokasi nyeri
- Reaksi menghindar
- Reaksi Fleksi
- Reaksi Ekstensi
- Tidak ada reaksi
Nilai
6
5
4
3
2
1


6.Pemeriksaan Penunjang
a. CT_Scan: Untuk mengidentifikasi luasnya lesi, pendarahan, deferminan pentrikular, dan perubahan jaringan otak .
b. MRI (Magnetik Resonance Imaging) : mendeteksi kondisi patologi otak dan medula spinalis dengan menggunakan teknik scanning dengna kekuatan magnet untuk membuat bayangan struktur tubuh.
c. Angiograficerebral menunjukan kelainan sirkulasi, pergeseran jaringan otak akibat edema pendarahan dan trauma.
d. EEG (Eletcro Encephalogram) : memperlihatkan kesadaran oleh gerakan gelombang patologi.
e. Sinar X : mendeteksi adanya perubahan struktur tulang (fraktur)
f. Gas Darah : mengetahui adanya masalah Ventilasi atau oksigenisasi yang akan meningkatkan TIK.




7 Penatalaksanaan Medik
a. Pada semua pasien denga cedera kepala, lakukan foto tulang belakang cervikal ( Proyeksi antara posturior, lateral, dan adontoid), cural cervikal baru dilepas setelah depastikan tulang cervikal C1-C7 normal.
b. Pasang jalur IV dengan larutan calin normal (NaCl 0,9%), RL cairan isotonis lebih efektif dari pada Hipotonis karena tidak menambah edema cerebri.
c. Pasien koma (6<5<8) dengan tanda-tanda herniasi, lakukan :
· Elevasi kepala
· Hiper Ventilasi : Intubasi mandatonik intermitan dengan kecepatan 16-20 kali/menit dengan volume tidal 10-12 RL/Kg. Atur tekanan CO2 sampai 28-32 mmHg.
· Berikan manitol 20% intiavena dalam 20-30 menit. Dosis ulangan dapat diberikan 4-6 jam, kemudian sebesar ¼ dosis semula setiap 6 jam sampai maksimal 48 jam pertama.
· Pasang kateter Foley.
· Konsul bedah saraf bila terdapat indikasi operasi (Hematoma epidural yang besar, subdural.

8 Asuhan Keperawatan
Pengkajian Primer :
Ø Air way : gangguan jalan nafas (sekret)
Ø Breathing : - pernafasan cepat
- sesak nafas
- nafas > 24 X /menit
- ronchi
- retraksi dinding dada
Ø Circulation : -sianosis
- hipotensi TD < 100/80 mmHg
- bradikardi N < 60 X/m enit
Ø Disability : - Penurunan kesadaran GCS < 9
- pupil anisokor
- gelisah
- perubahan sensorik, motorik, dan emosi


9 Dianogsa Keperawatan
I. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan penurunan kesadaran (akumulasi sekret).
II. Gangguan perfusi jaringan cerebral berhubungan dengan pendarahan cerebral atau edema cerebral.
III.Gangguan pada nafas tidak efektif berhubungan dengan depresi pusat pernafasan (gangguan pengembangan otot dada/obstruksi trakea bronkial).






RENCANA ASUHAN KEPERAWATAN

NO. Dx
Tujuan
Intervensi
Rasional
1
Setelah dilakukan Askep diharapkan bersihan jalan nafas kembali efektif dengan kriteria:
-Sekret berkurang atau hilang
-RR: 16-24x/menit
-Suara Paru vesikuler
-pernapasan cheyne-stokes (-)
1.Kaji pernafasan (auskultasi,retraksi dinding dada)
2.Kaji/Pantau frekuensi pernafasan


3.Pasang O2 sesuai indikasi dan instruksi dr.
4.Posisikan kepala ekstensi
5.Lakukan pemasangan gudel dan Intubasi ETT sesuai indikasi
6.Lakukan suction sesuai indikasi

- Pernafasan bising, ronchi dan mengi menunjukkan tertahannya sekret dan atau obstruksi jalan nafas
- Takepnea biasanya ada pada beberapa derajat dan dapat ditemukan pada penerimaan atau selama proses infeksi akut
-Meningkatkan sediaan O2 dalam sel dan darah
-Membuka jalan nafas

-Kehilangan refleks menelan atau batuk menandakan perlunya jalan napas buatan atau intubasi
-Penghisapan biasanya dibutuhkan jika pasien koma atau dalam keadaan imobilisasi dan tidak dapat membersihkan jalan napasnya sendiri
2


















3.











Setelah dilakukan asuhan keperawatan diharapkan pola napas dapat efektif dengan kriteria hasil
- Sesak (-)
- Gelisah (-)
- Klien mampu mempertahankan pola napas normal









Setelah dilakukan askep diharapkan gangguan perfusi jaringan cerebral dapat teratasi dengan kriteria:
-Kesadaran composmentis
-GCS 9 (E: 4 V:2 M: 3)
-TD 120/80 – 130-100 mmHg
-Nadi: 70-80x/ menit
-Suhu:36,6oC
-Hematom/edema di frontal (-)
-Pupil isokor

1. Evaluasi frekuensi pernapasan dan kedalaman. Catat upaya pernapasan
2. Auskultasi bunyi napas



3. Tinggikan kepala tempat tidur, semi fowler
4. Dorong pemasukan cairan maksimal dalam perbaikan jantung

5. Berikan tambahan O2 dengan kanula / masker sesuai indikasi


1.Tentukan faktor-faktor yang berhubungan dengan keadaan/ penyebab khusus selama coma/ penurunan perfusi serebral dan potensial terjadinya peningkatan TIK
2.Evaluasi pupil, catat ukuran, bentuk, kesamaan, dan reaksinya terhadap cahaya
3.Berikan posisi kepala lebih tinggi/ elevasi 15-300
4.Kolaborasi pemberian obat-obatan penurunan panas dan persyarafan
-Kolaborasi dengan dr.dalam pemasangan NGT dan kateter urin

- Respons klien bervariasi


- Ronchi dapat menunjukkan akumulasi cairan (edema interstisial, edema paru)
- Merangsang fungsi pernapasan / ekspansi paru.
- Hidrasi adekuat membantu pengenceran sekret memudahkan ekspektoran
- Meningkatkan pengiriman O2 keparu untuk kebutuhan sirkulasi

- Menentukan pilihan intervensi





-Reaksi pupil diatur oleh sarat kranial okulomotor (III) dan berguna dalam menentukan apakah batang otak tersebut masih baik.




-Mengembalikan aliran balik vena sehingga mengurangi edema serebral


-Mengatasi perfusi jaringan serebral dengan medikasi





















Daftar Pustaka


Brunner dan Suddart. 2002. Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta. EGC.
Doengues.E Marylin. 1999. Rencana Asuhan Keperawatan Edisi 3. Jakarta. EGC.
Mansjoer. Arif. 1999. Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta. Media Ausculapius.
Price dan Wilson. 1995. Patofisiologi. Jakarta. EGC.